Keheningan tiba- tiba mencekam keduanya. Mereka berhadap- hadapan di koridor rumah sakit itu. Keduanya saling bergenggaman.
Sang pria menghembuskan napas ke udara. “Lo ikut hasrat lo sendiri… Buktikan kalo gue salah… Gue tau seperti apa resikonya… Seseorang hanya bisa berharap, seperti gue saat ini… Andai lo lebih berusaha lagi…”
“Maaf, tapi ini bukan tempat gue…” Jelas wanita itu tegas, tidak ingin berbelit- belit lagi. “Lo akan kembali, kan?” harapnya muncul begitu saja.
Atha, cowok itu mendesah kesal. Lalu beranjak bangkit. “Lo dengar apa yang nggak boleh lo dengar… Apa yang lo dapat?” Tangannya mencengkeram bahu sang wanita. Dia tersentak kaget. Reaksi wanita itu mengejutkan sang pria. Ia tampak menyesal. Lalu, beringsut menjauh. “Bagaimana lo bisa yakin… Bayangkan apa yang gue rasakan… “Atha menghela napas panjang dan menggertakkan gigi, “Lagipula, kenapa juga gue harus tinggal.”
“Jadi, beritahu gue apa yang akan lo lakukan.” Ujar wanita itu pelan, menggosok- gosokkan tangannya dengan gelisah.
Atha berbalik menatapnya. Mengangkat sebelah alisnya, ragu akan pertanyaan itu. “Lo ingin gue pergi dan nggak kembali. Benarkah?” lalu tertawa nyaring saat wanita itu melengos penuh arti, tetap buatnya kaget untuk kesekian kalinya. “Lo pikir gue punya kehidupan lagi. Padahal lo tau gue nggak bisa hidup tanpa lo. Bagaimana jika kita pergi bersama aja…”desaknya cepat. Sang wanita menggelengkan kepala. “Andai gue pergi, itu pun nggak membantu…”
Langit mulai gelap.
“Mungkin nggak akan semudah itu. Tapi kondisinya buruk, Tha…” wanita itu berusaha keras mengabaikan tatapan tak mengerti pria itu, “Sebaiknya lo pergi. Berhati- hatilah, nanti lo hubungi gue lagi.”
“Lo nggak memberi gue banyak pilihan, Mel…”
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan masuk, seperti biasa. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 20/ 06/200x, jam 20:15: 17.
Cocok.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan Singkat
Dari: Ninn
Thanks CATWOMAN@Gmail.com... Atha, berhasil terpuruk. Saingan baru gue juga udah tersingkir.
Ini bukan soal kekuatan, ini soal kendali.
“Gue harus tau apa dan kenapa… Semalam gue bermimpi tentang lo…Terasa begitu nyata… Hanya mimpi… Entahlah, gue punya perasaan buruk…”
“Itu bukan mimpi.” Sang wanita hanya mengangkat bahu sambil mengamati hujan sedang turun rintik- rintik di luar sana, “Gue udah memikirkannya…”
“Ini bukan tentang kita, kan?” Tanyanya cepat. Sang pria diam sejenak sembari memandang wanita mungil di sampingnya tak bergeming. Lalu, seperti tersadar, segera membelalak tidak percaya. Dari belakang kemudi tangannya terkepal. “Sucks…!” Teriaknya frustasi.
“Sepertinya nggak ada kesempatan untuk kita. Nggak ada chemistry.”
Sang pria melihat wanita itu sekali lagi, berusaha meredam amarah dan kecewanya. “Gue nggak berhak bilang sesuatu?” Makinya pelan. Dia berpikir sejenak seraya menelan ludah, ”Tapi kita udah mencoba, kan?”
“Ini bukan salah lo, ini salah gue. Gue tau ini akan terjadi.”
Wanita ini mulai tertawa. Mengagumkan. Saat di luar sana gelap dan mencekam bagi kebanyakan wanita yang ia kencani wanita berambut panjang cantik malah tidak memperlihatkan ketakutannya. Kebersamaan mereka terasa menggelitik egonya. Dia merasa wanita ini mudah didapat, tapi entahlah. Wanita ini jauh lebih menariknya ke dalam pusaran yang lebih dari sekedar hasrat dan nafsu semata.
“Seolah- olah gue bukan apa- apa… “ Leo menoleh sekilas pada wanita itu. Mulutnya terkatup rapat. “Cewek gila macam apa sih lo?”
“Gila. Yah, memang… Gue anggap itu pujian…”
“Di mana lo dapatkan ide perpisahan ini?” Leo tertawa terpingkal- pingkal. “Lo tau apa yang lo lewatkan?” tanyanya lagi berusaha tenang sambil menyentuh bagian bawah wanita itu lembut, “Lo memang berbeda. Dan, perasaan gue belum berubah… Gue akan berbicara sama Linda, cepat atau lambat… please, jangan lakukan ini.”
“Gue akan tetap pergi.” Lanjut sang wanita, tegas sambil menepis tangan Leo. “Secara keseluruhan, kalian pasangan bagus.” Kata wanita itu mengingatkan. “Hubungan kita hanya untuk bersenang- senang…Jangan libatkan perasaan.”
“Tampaknya ini sering terjadi, bukan?” Berkilat marah memandang sang wanita yang hanya mengangkat bahunya lagi acuh tak acuh. Masih tetap tenang dan santai tanggapi emosinya. “Gue mengubah visi gue tentang sebuah cinta sejak gue bersama lo. Gue mulai terbiasa dengan hubungan kita, Mel…” Menghela napas perlahan, merasa lelah. “Dan, memang mengubah gue. Benar- benar sakit.” Leo berbicara dengan lirih, masih tak mengerti. Kesinisannya sedikit berkurang. “Dan, ini jauh dari sakit.”
No comments:
Post a Comment