Dimatamu…
aku bukan siapa- siapa
tinggalkanku, semudah itu
selalu
sendiriku, tak mempengaruhimu
bagimu, tak berartinya aku
Cintaku…
tak bermakna
percayakanmu, terhempas hati
memandangmu, terasa asing kini
melupakanmu, tetap tak bisa
tak tahu mengapa
Kupeluk bayangmu…
serpihanmu, tetap tersimpan
Percayaku…
suatu hari nanti, kan kuraih
rebut hatimu, itu niatku.
-Amy Mini-
REASON I sometimes roam wild ... not clear, not directed, not unstoppable. Sometimes fun, sometimes confusing, and made me want to get rid of all these images from my head ... but, what can I do ...? I was just being there, for the best for living, give time for the Lord, as long as I can. FRIENDS ... sincere friendship, guess who's there for you without any view you. extend my friendships easily because ... I'm there for you. -Mynn_aesha@yahoo.co.id-
Sunday, February 6, 2011
Tuesday, February 1, 2011
My Novel. Hal: 4, 'BRIDESMAID WITH 10 RINGS'
Keheningan tiba- tiba mencekam keduanya. Mereka berhadap- hadapan di koridor rumah sakit itu. Keduanya saling bergenggaman.
Sang pria menghembuskan napas ke udara. “Lo ikut hasrat lo sendiri… Buktikan kalo gue salah… Gue tau seperti apa resikonya… Seseorang hanya bisa berharap, seperti gue saat ini… Andai lo lebih berusaha lagi…”
“Maaf, tapi ini bukan tempat gue…” Jelas wanita itu tegas, tidak ingin berbelit- belit lagi. “Lo akan kembali, kan?” harapnya muncul begitu saja.
Atha, cowok itu mendesah kesal. Lalu beranjak bangkit. “Lo dengar apa yang nggak boleh lo dengar… Apa yang lo dapat?” Tangannya mencengkeram bahu sang wanita. Dia tersentak kaget. Reaksi wanita itu mengejutkan sang pria. Ia tampak menyesal. Lalu, beringsut menjauh. “Bagaimana lo bisa yakin… Bayangkan apa yang gue rasakan… “Atha menghela napas panjang dan menggertakkan gigi, “Lagipula, kenapa juga gue harus tinggal.”
“Jadi, beritahu gue apa yang akan lo lakukan.” Ujar wanita itu pelan, menggosok- gosokkan tangannya dengan gelisah.
Atha berbalik menatapnya. Mengangkat sebelah alisnya, ragu akan pertanyaan itu. “Lo ingin gue pergi dan nggak kembali. Benarkah?” lalu tertawa nyaring saat wanita itu melengos penuh arti, tetap buatnya kaget untuk kesekian kalinya. “Lo pikir gue punya kehidupan lagi. Padahal lo tau gue nggak bisa hidup tanpa lo. Bagaimana jika kita pergi bersama aja…”desaknya cepat. Sang wanita menggelengkan kepala. “Andai gue pergi, itu pun nggak membantu…”
Langit mulai gelap.
“Mungkin nggak akan semudah itu. Tapi kondisinya buruk, Tha…” wanita itu berusaha keras mengabaikan tatapan tak mengerti pria itu, “Sebaiknya lo pergi. Berhati- hatilah, nanti lo hubungi gue lagi.”
“Lo nggak memberi gue banyak pilihan, Mel…”
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan masuk, seperti biasa. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 20/ 06/200x, jam 20:15: 17.
Cocok.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan Singkat
Dari: Ninn
Thanks CATWOMAN@Gmail.com... Atha, berhasil terpuruk. Saingan baru gue juga udah tersingkir.
Ini bukan soal kekuatan, ini soal kendali.
“Gue harus tau apa dan kenapa… Semalam gue bermimpi tentang lo…Terasa begitu nyata… Hanya mimpi… Entahlah, gue punya perasaan buruk…”
“Itu bukan mimpi.” Sang wanita hanya mengangkat bahu sambil mengamati hujan sedang turun rintik- rintik di luar sana, “Gue udah memikirkannya…”
“Ini bukan tentang kita, kan?” Tanyanya cepat. Sang pria diam sejenak sembari memandang wanita mungil di sampingnya tak bergeming. Lalu, seperti tersadar, segera membelalak tidak percaya. Dari belakang kemudi tangannya terkepal. “Sucks…!” Teriaknya frustasi.
“Sepertinya nggak ada kesempatan untuk kita. Nggak ada chemistry.”
Sang pria melihat wanita itu sekali lagi, berusaha meredam amarah dan kecewanya. “Gue nggak berhak bilang sesuatu?” Makinya pelan. Dia berpikir sejenak seraya menelan ludah, ”Tapi kita udah mencoba, kan?”
“Ini bukan salah lo, ini salah gue. Gue tau ini akan terjadi.”
Wanita ini mulai tertawa. Mengagumkan. Saat di luar sana gelap dan mencekam bagi kebanyakan wanita yang ia kencani wanita berambut panjang cantik malah tidak memperlihatkan ketakutannya. Kebersamaan mereka terasa menggelitik egonya. Dia merasa wanita ini mudah didapat, tapi entahlah. Wanita ini jauh lebih menariknya ke dalam pusaran yang lebih dari sekedar hasrat dan nafsu semata.
“Seolah- olah gue bukan apa- apa… “ Leo menoleh sekilas pada wanita itu. Mulutnya terkatup rapat. “Cewek gila macam apa sih lo?”
“Gila. Yah, memang… Gue anggap itu pujian…”
“Di mana lo dapatkan ide perpisahan ini?” Leo tertawa terpingkal- pingkal. “Lo tau apa yang lo lewatkan?” tanyanya lagi berusaha tenang sambil menyentuh bagian bawah wanita itu lembut, “Lo memang berbeda. Dan, perasaan gue belum berubah… Gue akan berbicara sama Linda, cepat atau lambat… please, jangan lakukan ini.”
“Gue akan tetap pergi.” Lanjut sang wanita, tegas sambil menepis tangan Leo. “Secara keseluruhan, kalian pasangan bagus.” Kata wanita itu mengingatkan. “Hubungan kita hanya untuk bersenang- senang…Jangan libatkan perasaan.”
“Tampaknya ini sering terjadi, bukan?” Berkilat marah memandang sang wanita yang hanya mengangkat bahunya lagi acuh tak acuh. Masih tetap tenang dan santai tanggapi emosinya. “Gue mengubah visi gue tentang sebuah cinta sejak gue bersama lo. Gue mulai terbiasa dengan hubungan kita, Mel…” Menghela napas perlahan, merasa lelah. “Dan, memang mengubah gue. Benar- benar sakit.” Leo berbicara dengan lirih, masih tak mengerti. Kesinisannya sedikit berkurang. “Dan, ini jauh dari sakit.”
Sang pria menghembuskan napas ke udara. “Lo ikut hasrat lo sendiri… Buktikan kalo gue salah… Gue tau seperti apa resikonya… Seseorang hanya bisa berharap, seperti gue saat ini… Andai lo lebih berusaha lagi…”
“Maaf, tapi ini bukan tempat gue…” Jelas wanita itu tegas, tidak ingin berbelit- belit lagi. “Lo akan kembali, kan?” harapnya muncul begitu saja.
Atha, cowok itu mendesah kesal. Lalu beranjak bangkit. “Lo dengar apa yang nggak boleh lo dengar… Apa yang lo dapat?” Tangannya mencengkeram bahu sang wanita. Dia tersentak kaget. Reaksi wanita itu mengejutkan sang pria. Ia tampak menyesal. Lalu, beringsut menjauh. “Bagaimana lo bisa yakin… Bayangkan apa yang gue rasakan… “Atha menghela napas panjang dan menggertakkan gigi, “Lagipula, kenapa juga gue harus tinggal.”
“Jadi, beritahu gue apa yang akan lo lakukan.” Ujar wanita itu pelan, menggosok- gosokkan tangannya dengan gelisah.
Atha berbalik menatapnya. Mengangkat sebelah alisnya, ragu akan pertanyaan itu. “Lo ingin gue pergi dan nggak kembali. Benarkah?” lalu tertawa nyaring saat wanita itu melengos penuh arti, tetap buatnya kaget untuk kesekian kalinya. “Lo pikir gue punya kehidupan lagi. Padahal lo tau gue nggak bisa hidup tanpa lo. Bagaimana jika kita pergi bersama aja…”desaknya cepat. Sang wanita menggelengkan kepala. “Andai gue pergi, itu pun nggak membantu…”
Langit mulai gelap.
“Mungkin nggak akan semudah itu. Tapi kondisinya buruk, Tha…” wanita itu berusaha keras mengabaikan tatapan tak mengerti pria itu, “Sebaiknya lo pergi. Berhati- hatilah, nanti lo hubungi gue lagi.”
“Lo nggak memberi gue banyak pilihan, Mel…”
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan masuk, seperti biasa. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 20/ 06/200x, jam 20:15: 17.
Cocok.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan Singkat
Dari: Ninn
Thanks CATWOMAN@Gmail.com... Atha, berhasil terpuruk. Saingan baru gue juga udah tersingkir.
Ini bukan soal kekuatan, ini soal kendali.
“Gue harus tau apa dan kenapa… Semalam gue bermimpi tentang lo…Terasa begitu nyata… Hanya mimpi… Entahlah, gue punya perasaan buruk…”
“Itu bukan mimpi.” Sang wanita hanya mengangkat bahu sambil mengamati hujan sedang turun rintik- rintik di luar sana, “Gue udah memikirkannya…”
“Ini bukan tentang kita, kan?” Tanyanya cepat. Sang pria diam sejenak sembari memandang wanita mungil di sampingnya tak bergeming. Lalu, seperti tersadar, segera membelalak tidak percaya. Dari belakang kemudi tangannya terkepal. “Sucks…!” Teriaknya frustasi.
“Sepertinya nggak ada kesempatan untuk kita. Nggak ada chemistry.”
Sang pria melihat wanita itu sekali lagi, berusaha meredam amarah dan kecewanya. “Gue nggak berhak bilang sesuatu?” Makinya pelan. Dia berpikir sejenak seraya menelan ludah, ”Tapi kita udah mencoba, kan?”
“Ini bukan salah lo, ini salah gue. Gue tau ini akan terjadi.”
Wanita ini mulai tertawa. Mengagumkan. Saat di luar sana gelap dan mencekam bagi kebanyakan wanita yang ia kencani wanita berambut panjang cantik malah tidak memperlihatkan ketakutannya. Kebersamaan mereka terasa menggelitik egonya. Dia merasa wanita ini mudah didapat, tapi entahlah. Wanita ini jauh lebih menariknya ke dalam pusaran yang lebih dari sekedar hasrat dan nafsu semata.
“Seolah- olah gue bukan apa- apa… “ Leo menoleh sekilas pada wanita itu. Mulutnya terkatup rapat. “Cewek gila macam apa sih lo?”
“Gila. Yah, memang… Gue anggap itu pujian…”
“Di mana lo dapatkan ide perpisahan ini?” Leo tertawa terpingkal- pingkal. “Lo tau apa yang lo lewatkan?” tanyanya lagi berusaha tenang sambil menyentuh bagian bawah wanita itu lembut, “Lo memang berbeda. Dan, perasaan gue belum berubah… Gue akan berbicara sama Linda, cepat atau lambat… please, jangan lakukan ini.”
“Gue akan tetap pergi.” Lanjut sang wanita, tegas sambil menepis tangan Leo. “Secara keseluruhan, kalian pasangan bagus.” Kata wanita itu mengingatkan. “Hubungan kita hanya untuk bersenang- senang…Jangan libatkan perasaan.”
“Tampaknya ini sering terjadi, bukan?” Berkilat marah memandang sang wanita yang hanya mengangkat bahunya lagi acuh tak acuh. Masih tetap tenang dan santai tanggapi emosinya. “Gue mengubah visi gue tentang sebuah cinta sejak gue bersama lo. Gue mulai terbiasa dengan hubungan kita, Mel…” Menghela napas perlahan, merasa lelah. “Dan, memang mengubah gue. Benar- benar sakit.” Leo berbicara dengan lirih, masih tak mengerti. Kesinisannya sedikit berkurang. “Dan, ini jauh dari sakit.”
Poems, 'AKHIR KISAH CINTA'
Usai sudah kisahku dengan dia…
cerita kami selalu jadi rahasia
kini hilang tak berbekas
tanpa kenangan
tuk melupakan, tak ada memori indah untuk itu
harus kulewati hariku tanpa dia
melawan hasrat hati akan waktu dulu
walau dia tetap ada di hadapanku
selama kebersamaan tanpa temu
aku lewati hariku tanpa dia
berdiri, hadirnya hilang di hati
namun kuatkan jiwa tuk lupakan
dimana cintanya yang dulu
dirimu penuh kedamaian akan sayang
biarkan hilang…
walau separuh jiwaku pergi
kutetap bertahan
tuk sambut cinta baru.
Amy Mini, 20 Oktober 2009
cerita kami selalu jadi rahasia
kini hilang tak berbekas
tanpa kenangan
tuk melupakan, tak ada memori indah untuk itu
harus kulewati hariku tanpa dia
melawan hasrat hati akan waktu dulu
walau dia tetap ada di hadapanku
selama kebersamaan tanpa temu
aku lewati hariku tanpa dia
berdiri, hadirnya hilang di hati
namun kuatkan jiwa tuk lupakan
dimana cintanya yang dulu
dirimu penuh kedamaian akan sayang
biarkan hilang…
walau separuh jiwaku pergi
kutetap bertahan
tuk sambut cinta baru.
Amy Mini, 20 Oktober 2009
Monday, January 31, 2011
My Novel. Hal: 3, 'BRIDESMAID WITH 10 RINGS'
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan masuk. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 01/ 01/201x, jam 16:33: 07.
Cocok.
“Kayak apa sih tampang…” Data mantan cowok ErlieX masuk ke e- mail. “Gerak cepat juga nih klien gue yang satu ini…” Jemari indah itu meneruskan perjalanannya di atas mouse. “Pencarian, dimulai!”
Tidak akan lama lagi.
Kadang manusia itu egois.
Pria tampan itu gelisah. Wajahnya memucat. “I don’t anything make you sad… But… Why…” Ia menyeka matanya, berusaha keras memahami apa yang terjadi, “Apa yang kamu lakukan ini, babe…. Memang kedengarannya nggak normal… Tapi, apa masalahnya?”
Wanita itu menegakkan punggungnya. “Terlalu mengagungkan logika kamu, mas. Kamu nggak buat aku sedih, tapi aku bosan.” Tawanya kembali berderai, “Aku serius. Aku minta putus.” Sambungnya cepat.
Hanya keheningan. Hari begitu gelap. Namun udara terlalu panas di resto outdoor tempat mereka berada.
“Segalanya sempurna… “ Tatapan tak mengertinya muncul lagi, “Aku nggak percaya kita membicarakan…” Wajah tanpa ekspresi muncul. “Logika… Bosan…Dan, kamu tertawa…Bisa- bisanya kamu…” Pria di depannya ini menatapnya nanar. Lalu, membuang muka dan kembali menatap wajahnya sekilas. “You don’t know what you talking about…”
“Gue bisa ngurus diri gue sendiri!”
Opan tersedak. “Melaney…Kok, bicara kamu jadi kasar gitu, sih.”
“Suatu ketika setiap orang akan berubah, mas…”
Menggeleng, muram. “Ada masalah di sini, beibz…” Opan menunda karena ragu, “Tapi, jangan takut, aku berjanji, akan aku perbaiki. Ini hanya masalah waktu… Sungguh.”
“Mungkin mas melihat tapi nggak benar- benar melihat.” Sang wanita melambai ke arah pelayan. “Udah berakhir, mas… “ lanjutnya cepat sambil memutar- mutar benda di jemari tangannya, “Aku ingin memberikan sesuatu… Ini.”
Pria itu menatap cincin di telapak tangannya. Tanpa tahu harus berkata apa.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan masuk, seperti biasa. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 30/ 03/200x, jam 21:45: 07.
Cocok.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan Singkat
Dari: Sheila
Thanks CATWOMAN@Gmail.com... Sukses buat Opan. Kakaknya telpon gue, sekarang dia punya kebiasaan baru, rutin ke terapis kejiwaan…Hahaha…
Membiarkan kesedihan itu datang…
Bibirnya mengatup rapat. Wanita itu lihat pria yang bersamanya memperhatikan setiap perawat dan dokter tampak bergegas di mana- mana, warna putih mendominasi mereka, serupa dengan gedung rumah sakitnya. Orang berlalu- lalang juga tak luput dari pengamatan pria itu. Lalu tangannya merangkul bahu sang wanita. “Katakan apa yang ingin gue lakukan buat lo…” Jemari mereka saling bersentuhan. “Pasti ada yang lo inginkan.”
“Gue ingin ini berakhir. Gue nggak seharusnya berbohong…” suara wanita itu mulai terengah- engah. Jantungnya berdentam keras kembali. “Gue nggak merasakan apapun…” Rasa bersalah melintas lewat di wajah wanita itu saat sang pria melihatnya menyeka matanya. Pun bias mentari sore yang makin memudar menerpa wajah wanita cantik itu, “Ia menyalakan gue akan segalanya. Memang mobil kalian kecelakaan, tapi…”
-Amy Mini-
Pesan masuk. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 01/ 01/201x, jam 16:33: 07.
Cocok.
“Kayak apa sih tampang…” Data mantan cowok ErlieX masuk ke e- mail. “Gerak cepat juga nih klien gue yang satu ini…” Jemari indah itu meneruskan perjalanannya di atas mouse. “Pencarian, dimulai!”
Tidak akan lama lagi.
Kadang manusia itu egois.
Pria tampan itu gelisah. Wajahnya memucat. “I don’t anything make you sad… But… Why…” Ia menyeka matanya, berusaha keras memahami apa yang terjadi, “Apa yang kamu lakukan ini, babe…. Memang kedengarannya nggak normal… Tapi, apa masalahnya?”
Wanita itu menegakkan punggungnya. “Terlalu mengagungkan logika kamu, mas. Kamu nggak buat aku sedih, tapi aku bosan.” Tawanya kembali berderai, “Aku serius. Aku minta putus.” Sambungnya cepat.
Hanya keheningan. Hari begitu gelap. Namun udara terlalu panas di resto outdoor tempat mereka berada.
“Segalanya sempurna… “ Tatapan tak mengertinya muncul lagi, “Aku nggak percaya kita membicarakan…” Wajah tanpa ekspresi muncul. “Logika… Bosan…Dan, kamu tertawa…Bisa- bisanya kamu…” Pria di depannya ini menatapnya nanar. Lalu, membuang muka dan kembali menatap wajahnya sekilas. “You don’t know what you talking about…”
“Gue bisa ngurus diri gue sendiri!”
Opan tersedak. “Melaney…Kok, bicara kamu jadi kasar gitu, sih.”
“Suatu ketika setiap orang akan berubah, mas…”
Menggeleng, muram. “Ada masalah di sini, beibz…” Opan menunda karena ragu, “Tapi, jangan takut, aku berjanji, akan aku perbaiki. Ini hanya masalah waktu… Sungguh.”
“Mungkin mas melihat tapi nggak benar- benar melihat.” Sang wanita melambai ke arah pelayan. “Udah berakhir, mas… “ lanjutnya cepat sambil memutar- mutar benda di jemari tangannya, “Aku ingin memberikan sesuatu… Ini.”
Pria itu menatap cincin di telapak tangannya. Tanpa tahu harus berkata apa.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan masuk, seperti biasa. Dia buka. Hmm, laporan singkat dari Sms- banking.
(KREDIT Rp. 5.000.000) pada rek. 1 TBxxx697 tgl. 30/ 03/200x, jam 21:45: 07.
Cocok.
“Guk, guk, guk… Guk, guk, guk…”
Pesan Singkat
Dari: Sheila
Thanks CATWOMAN@Gmail.com... Sukses buat Opan. Kakaknya telpon gue, sekarang dia punya kebiasaan baru, rutin ke terapis kejiwaan…Hahaha…
Membiarkan kesedihan itu datang…
Bibirnya mengatup rapat. Wanita itu lihat pria yang bersamanya memperhatikan setiap perawat dan dokter tampak bergegas di mana- mana, warna putih mendominasi mereka, serupa dengan gedung rumah sakitnya. Orang berlalu- lalang juga tak luput dari pengamatan pria itu. Lalu tangannya merangkul bahu sang wanita. “Katakan apa yang ingin gue lakukan buat lo…” Jemari mereka saling bersentuhan. “Pasti ada yang lo inginkan.”
“Gue ingin ini berakhir. Gue nggak seharusnya berbohong…” suara wanita itu mulai terengah- engah. Jantungnya berdentam keras kembali. “Gue nggak merasakan apapun…” Rasa bersalah melintas lewat di wajah wanita itu saat sang pria melihatnya menyeka matanya. Pun bias mentari sore yang makin memudar menerpa wajah wanita cantik itu, “Ia menyalakan gue akan segalanya. Memang mobil kalian kecelakaan, tapi…”
-Amy Mini-
Poems, 'KISAH ROMANTIS'
Dirimu hadir tanpa sadarku…
denganmu, hatiku terisi indah
mengejar kenangan lalu, terusir kini
apapun itu, hilang karenamu
Dengarkan hati saat tenang…
berbagi rasa denganmu tanpa waktu
begitu indah tersadar
denganmu, hati tak lagi sedih…
sayangmu, putuskan sakit akan lalu
adamu, buat hariku tak terasa lama
jawabanmu, lepas bebanku yang tertahan
Berdua…
terukirmu indah dalam warnanya hati
cintamu…
menikahkan hati yang beku
dengarkanmu…
tak ada lain jiwa selainmu yang tersimpan
hatimu…
jatuhkan hasrat lain yang datang.
permintaanmu…
terbaik bagiku untuk tak beri ke yang lain
tandamu…
sejelas birunya langit indah itu.
Hidupmu…
berbagi denganku.
Amy Mini, 20 Oktober 2009
denganmu, hatiku terisi indah
mengejar kenangan lalu, terusir kini
apapun itu, hilang karenamu
Dengarkan hati saat tenang…
berbagi rasa denganmu tanpa waktu
begitu indah tersadar
denganmu, hati tak lagi sedih…
sayangmu, putuskan sakit akan lalu
adamu, buat hariku tak terasa lama
jawabanmu, lepas bebanku yang tertahan
Berdua…
terukirmu indah dalam warnanya hati
cintamu…
menikahkan hati yang beku
dengarkanmu…
tak ada lain jiwa selainmu yang tersimpan
hatimu…
jatuhkan hasrat lain yang datang.
permintaanmu…
terbaik bagiku untuk tak beri ke yang lain
tandamu…
sejelas birunya langit indah itu.
Hidupmu…
berbagi denganku.
Amy Mini, 20 Oktober 2009
Saturday, January 29, 2011
Poems: 'PENJARA JIWA'
Malamku…
tidak akan pernah sama lagi…
tmajinasiku, hilang
menyertaiku, hitam dan tak berujung
jeritku, tiada hati pendengar
sakitiku, dalam
Duniamu…
tak lagi ada aku…
tatapmu, alihkan dariku
tibamu, hilang
semuamu, lenyap
Hempaskan hati…
Jawaban singkatmu, terpenjarakan waktuku
beku kau mulai
sakiti jiwa
ternyata semudah itu
kehidupan cinta
ternyata keliru…
mencintaimu.
Selamu, tinggalkan waktu
maknamu, tak berarti
pelarianmu, dari menata kehidupan
jiwaku…
tercuri.
Amy Mini, 22 Oktober 2009
tidak akan pernah sama lagi…
tmajinasiku, hilang
menyertaiku, hitam dan tak berujung
jeritku, tiada hati pendengar
sakitiku, dalam
Duniamu…
tak lagi ada aku…
tatapmu, alihkan dariku
tibamu, hilang
semuamu, lenyap
Hempaskan hati…
Jawaban singkatmu, terpenjarakan waktuku
beku kau mulai
sakiti jiwa
ternyata semudah itu
kehidupan cinta
ternyata keliru…
mencintaimu.
Selamu, tinggalkan waktu
maknamu, tak berarti
pelarianmu, dari menata kehidupan
jiwaku…
tercuri.
Amy Mini, 22 Oktober 2009
My Novel. Hal: 2, 'BRIDESMAID WITH 10 RINGS'
“Keren…!” Sambutku, tak punya pikiran lain. Mas Novan ada masalah dengan dirinya, ikuti sajalah, ”Pantai terlarang? Ah, gue suka itu.”
“Biarkan gue fokus,… Cahaya yang sama, dan… Gue hanya memandangnya, lalu…”
Membawaku seperti menyandang ransel, “Gue pikir lo terlalu pintar, Mas.” Timpalku cepat. Bersamaan dengan suara pintu bergeser membuka, terdengar samar suara seseorang membersit hidung. “Berpelukan bersama?” Berapa lama lagi sih pertolongan itu datang?
“Gambar yang sama dalam mimpi gue.”
“Gue juga memimpikan hal yang sama…” Tentunya dengan pahlawan penolongku nanti.
“Jangan bicara,… Klimaks mimpi gue jadi terganggu, nih.”
“Kenapa begitu?” Mendung yang mengancam. Aku tersenyum lebar dalam mata terpejamku. “Berhati- hatilah!” Pekikku parau. Khayalanku pun melayang. “Selamatkan mimpi lo sebelum terlambat.” Ah, sebelum kapal itu mencapai pelabuhan, ombak besar tengah menghadangnya. Besar, sangat besar. Tinggal tunggu waktu kapal ini pecah berkeping- keping. Hingga tak tersisa satu bagian pun.
“Rasanya sakit… Seperti sekarat?”
“Menyingkirlah sekarang…”
“Ada masalah?”
“Yang jelas lo dapat masalah… Gue nggak akan ikut campur, babe. Tapi, gue ingin tau aja… kenapa lo lakukan ini?”
“Gue bertanya tiap hari kenapa gue hidup.”
“Lo nggak sadar kalo lo lebih kuat dari gue, babe. Jangan terlalu keras dengan diri lo sendiri.”
“Buat diri lo merasa lebih baik.”
Aku terkesiap. Aku mengatupkan bibir, cepat. Ini bukan kebiasaan mas Novan. Perasaanku seperti tercekik. “Bukan urusan lo…” Aku menggertakkan gigi. Begitu gugup. Begitu sesak. “Apa kita udah selesai?” aku berusaha menelan ludah dengan susah payah. Perutku mulai melilit, mual. “Gue udah mencoba bersabar yah, mas…” Mendadak, ada rasa sakit yang tak bisa kuekspresikan menyerang kepalaku. “Apa yang pernah gue sentuh…” Serasa mau pecah… “Dan, gue nggak takut…”
“Gue tau suasana hati lo sedang nggak bagus. Tapi, sampai nggak memiliki perasaan… Opan… Atha… Leo… Posan… Yudha… Dan yang lain… Nyaris terbiasa… Apa yang terjadi?” Mengoceh tak karuan. “Bagaimana lo bisa melakukannya sih, babe…”
“Cukup…! Pertanyaan itu udah terlambat.”
Suara itu seperti keluar dari… ah, aku tidak memiliki suara itu…
“Gue bisa mengurus diri gue sendiri, mas.” Samar- samar terdengar suara mas Novan di kejauhan. Untuk beberapa alasan, aku tidak menggubrisnya. Seperti ada ruang kosong di depan sana yang menungguku, ”Turunkan… gue…!” Kudorong bahunya dengan keras, atau cukup keras, atau tidak keras…tidak bergeming juga. Kenapa mata ini susah membuka? “Maaasss…!”
“Bagaimana dengan cowok- cowok yang lo tinggalkan?” Mas Novan menelan teriakanku bulat- bulat, tak menghiraukanku. “Apa yang buat para pria itu nggak curiga…?” Ada yang menekan bel pintu. “Lo mengecewakan mereka...”
“Maaasss…!”
“Atau, mereka yang mengecewakan lo...”
“Baby mo di bawa ke mana, tuh?” Suara familiar itu terdengar juga, my hero. “Lo nggak liat tuh muka bantalnya baby masih keliatan jelas gitu.” Mask sheet, di mana kamu? Teriak hatiku sekencangnya. Oya, habis.
“Ur heroes udah datang, Mel…”
“Gue mo ajak baby jalan- jalan. Ada yang mo ikut juga?” Tetap tak ada tanda- tanda penyerahan sandera, nih.
“Lani kan lagi sakit, Van… Gimana sih lo.” Dua tangan mencengkeram pinggangku dari belakang. Sedangkan ikatan tangan mas Novan di pahaku sedikit longgar, namun tidak lepas. Berjuang menyelamatkanku benar- benar butuh kekuatan besar. Apa kedua pahlawanku ini sanggup…
“Mas Aviiiiiinnnnnn… Sumoooooo… Help me, guys… Gue mau dijuaaaaaalll…!”
From: LEA-X@ Yahoo. Com
To: CATWOMAN@Gmail.Com...
Subject: Deal!
Date: January, 01
Target: WIDSUMA
Please… please… please… Destroying this funckin’ guy like he destroy my future life! Dp, sip. Tinggal cek you punya account. Sisanya, kalo udah beres. Guess! Bakal ada bonus menarik untuk akhir yang spektakuler!
I’ll promise.
Cat…My terrible life was began when I saw this fuckin’ guy lought with another girl!
Do the best, Cat
Thanks, ErlieX
“Biarkan gue fokus,… Cahaya yang sama, dan… Gue hanya memandangnya, lalu…”
Membawaku seperti menyandang ransel, “Gue pikir lo terlalu pintar, Mas.” Timpalku cepat. Bersamaan dengan suara pintu bergeser membuka, terdengar samar suara seseorang membersit hidung. “Berpelukan bersama?” Berapa lama lagi sih pertolongan itu datang?
“Gambar yang sama dalam mimpi gue.”
“Gue juga memimpikan hal yang sama…” Tentunya dengan pahlawan penolongku nanti.
“Jangan bicara,… Klimaks mimpi gue jadi terganggu, nih.”
“Kenapa begitu?” Mendung yang mengancam. Aku tersenyum lebar dalam mata terpejamku. “Berhati- hatilah!” Pekikku parau. Khayalanku pun melayang. “Selamatkan mimpi lo sebelum terlambat.” Ah, sebelum kapal itu mencapai pelabuhan, ombak besar tengah menghadangnya. Besar, sangat besar. Tinggal tunggu waktu kapal ini pecah berkeping- keping. Hingga tak tersisa satu bagian pun.
“Rasanya sakit… Seperti sekarat?”
“Menyingkirlah sekarang…”
“Ada masalah?”
“Yang jelas lo dapat masalah… Gue nggak akan ikut campur, babe. Tapi, gue ingin tau aja… kenapa lo lakukan ini?”
“Gue bertanya tiap hari kenapa gue hidup.”
“Lo nggak sadar kalo lo lebih kuat dari gue, babe. Jangan terlalu keras dengan diri lo sendiri.”
“Buat diri lo merasa lebih baik.”
Aku terkesiap. Aku mengatupkan bibir, cepat. Ini bukan kebiasaan mas Novan. Perasaanku seperti tercekik. “Bukan urusan lo…” Aku menggertakkan gigi. Begitu gugup. Begitu sesak. “Apa kita udah selesai?” aku berusaha menelan ludah dengan susah payah. Perutku mulai melilit, mual. “Gue udah mencoba bersabar yah, mas…” Mendadak, ada rasa sakit yang tak bisa kuekspresikan menyerang kepalaku. “Apa yang pernah gue sentuh…” Serasa mau pecah… “Dan, gue nggak takut…”
“Gue tau suasana hati lo sedang nggak bagus. Tapi, sampai nggak memiliki perasaan… Opan… Atha… Leo… Posan… Yudha… Dan yang lain… Nyaris terbiasa… Apa yang terjadi?” Mengoceh tak karuan. “Bagaimana lo bisa melakukannya sih, babe…”
“Cukup…! Pertanyaan itu udah terlambat.”
Suara itu seperti keluar dari… ah, aku tidak memiliki suara itu…
“Gue bisa mengurus diri gue sendiri, mas.” Samar- samar terdengar suara mas Novan di kejauhan. Untuk beberapa alasan, aku tidak menggubrisnya. Seperti ada ruang kosong di depan sana yang menungguku, ”Turunkan… gue…!” Kudorong bahunya dengan keras, atau cukup keras, atau tidak keras…tidak bergeming juga. Kenapa mata ini susah membuka? “Maaasss…!”
“Bagaimana dengan cowok- cowok yang lo tinggalkan?” Mas Novan menelan teriakanku bulat- bulat, tak menghiraukanku. “Apa yang buat para pria itu nggak curiga…?” Ada yang menekan bel pintu. “Lo mengecewakan mereka...”
“Maaasss…!”
“Atau, mereka yang mengecewakan lo...”
“Baby mo di bawa ke mana, tuh?” Suara familiar itu terdengar juga, my hero. “Lo nggak liat tuh muka bantalnya baby masih keliatan jelas gitu.” Mask sheet, di mana kamu? Teriak hatiku sekencangnya. Oya, habis.
“Ur heroes udah datang, Mel…”
“Gue mo ajak baby jalan- jalan. Ada yang mo ikut juga?” Tetap tak ada tanda- tanda penyerahan sandera, nih.
“Lani kan lagi sakit, Van… Gimana sih lo.” Dua tangan mencengkeram pinggangku dari belakang. Sedangkan ikatan tangan mas Novan di pahaku sedikit longgar, namun tidak lepas. Berjuang menyelamatkanku benar- benar butuh kekuatan besar. Apa kedua pahlawanku ini sanggup…
“Mas Aviiiiiinnnnnn… Sumoooooo… Help me, guys… Gue mau dijuaaaaaalll…!”
From: LEA-X@ Yahoo. Com
To: CATWOMAN@Gmail.Com...
Subject: Deal!
Date: January, 01
Target: WIDSUMA
Please… please… please… Destroying this funckin’ guy like he destroy my future life! Dp, sip. Tinggal cek you punya account. Sisanya, kalo udah beres. Guess! Bakal ada bonus menarik untuk akhir yang spektakuler!
I’ll promise.
Cat…My terrible life was began when I saw this fuckin’ guy lought with another girl!
Do the best, Cat
Thanks, ErlieX
Wednesday, January 26, 2011
My Novel.'BRIDESMAID WITH 10 RINGS'
PROLOG
Kamera… Action!
Pria pertama, Opan, dengan mawar merah mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari kelingking mempelai wanita. Pas.
Pria kedua, Atha, dengan mawar putih mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari manis mempelai wanita. Pas.
Pria ketiga Leo, dengan mawar kuning mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari tengah mempelai wanita. Pas.
Pria keempat, Posan, dengan mawar hijau mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari telunjuk mempelai wanita. Pas.
Pria kelima, Yudha, dengan mawar pink mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke ibu jari mempelai wanita. Pas.
Berikutnya… Pria keenam, Erik. Pria ketujuh, Mario. Pria kedelapan, Nico. Pria kesembilan, Sutan. Pria kesepuluh, Anji.
Mempelai wanita, memamerkan kesepuluh cincin emas putihnya hingga menutupi wajahnya ke kamera para wartawan.
Puluhan sinar bliz menyerang. Sepuluh jemari mempelai wanita tersibak. Wajah mempelai wanita pun terlihat…
Bridesmaid with 10 rings.
It’s me. Melaney!
BAB SATU
Sinar bliz terus mengusikku. Menyadarkanku. “Aduh, mengganggu privacy gue banget, deh.” Aku mengerang sambil merenggangkan tubuh, sekaligus menepis benda keras yang mengeluarkan cahaya menyilaukan itu dari depan wajahku. Serbuannya betul- betul mengusik.
“Gue mau mengabadikan malaikat tidur, babe.”
“You wish.” Hardikku cepat. Cahaya berpendar- pendar, coba kuhalau dengan kedua tanganku. “Memangnya tiket ke surga dijual?” Sambungku lagi, berusaha keras mengabaikannya dan memeluk sesuatu yang empuk, familiar. “Jangan bikin gue marah, yah.”
“Interistin’ question. How could you forget, babe. You’ll promise. I don’t have time again, pamerannya tinggal seminggu lagi, nih.”
“Mind ur own business, brotha… Ada hal- hal yang harus gue lakukan dan… gue… ngantuk…” Bau tajam aftershave mas Novan kalahkan nuanasa harum jeruk nipis yang lingkupi duniaku, seperti biasa, “Kenapa lo masih di sini, sih?”
“Liat foto- foto lo yang udah gue edit untuk acara, yuk. Please…”
Aku menarik napas panjang. “Baiklah… Tapi, nggak sekarang, mas. Lo nggak akan mendapatkan gue saat ini.” Berusaha pejamkan mata kembali. Namun, tangan yang memeluk bahu belakangku buatku tak bisa terlelap lagi. “Apa- apaan…” Samar, ada yang menyibakkan selimut, melingkari pinggangku, mengangkatku, dan… “Berhentilah mencoba, mas. Gue lagi sakit, tau.” Uhuk, uhuk, uhuk… Alih- alih melanjutkan tidur, sekarang betul- betul tersadar. “Timing- nya nggak tepat, deh.”
“Gue rasa lo benar…” Mas Novan tergelak, “Jangan cemas, orang percaya kok kalo lo sakit, babe.”
“Apa itu tadi lelucon?” Ah, kejengkelan kadang tak terhindarkan. Hidungku terantuk punggungnya. Bagai sekarung beras di tangan kuli panggul, “I don’t care.” Acuhku, tidak menggubrisnya. Saat melintasi ruangan lain, hanya samar menyadari kalau aku sudah tidak berada di kamarku lagi. “Terserahlah, mas mau membawa gue ke mana…”
“Gue yakin lo bisa baca pikiran gue… Pantainya… Sangat indah…”
-1-
(Amy Mini)
Kamera… Action!
Pria pertama, Opan, dengan mawar merah mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari kelingking mempelai wanita. Pas.
Pria kedua, Atha, dengan mawar putih mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari manis mempelai wanita. Pas.
Pria ketiga Leo, dengan mawar kuning mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari tengah mempelai wanita. Pas.
Pria keempat, Posan, dengan mawar hijau mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke jari telunjuk mempelai wanita. Pas.
Pria kelima, Yudha, dengan mawar pink mungilnya, menyelipkan cincin emas putih ke ibu jari mempelai wanita. Pas.
Berikutnya… Pria keenam, Erik. Pria ketujuh, Mario. Pria kedelapan, Nico. Pria kesembilan, Sutan. Pria kesepuluh, Anji.
Mempelai wanita, memamerkan kesepuluh cincin emas putihnya hingga menutupi wajahnya ke kamera para wartawan.
Puluhan sinar bliz menyerang. Sepuluh jemari mempelai wanita tersibak. Wajah mempelai wanita pun terlihat…
Bridesmaid with 10 rings.
It’s me. Melaney!
BAB SATU
Sinar bliz terus mengusikku. Menyadarkanku. “Aduh, mengganggu privacy gue banget, deh.” Aku mengerang sambil merenggangkan tubuh, sekaligus menepis benda keras yang mengeluarkan cahaya menyilaukan itu dari depan wajahku. Serbuannya betul- betul mengusik.
“Gue mau mengabadikan malaikat tidur, babe.”
“You wish.” Hardikku cepat. Cahaya berpendar- pendar, coba kuhalau dengan kedua tanganku. “Memangnya tiket ke surga dijual?” Sambungku lagi, berusaha keras mengabaikannya dan memeluk sesuatu yang empuk, familiar. “Jangan bikin gue marah, yah.”
“Interistin’ question. How could you forget, babe. You’ll promise. I don’t have time again, pamerannya tinggal seminggu lagi, nih.”
“Mind ur own business, brotha… Ada hal- hal yang harus gue lakukan dan… gue… ngantuk…” Bau tajam aftershave mas Novan kalahkan nuanasa harum jeruk nipis yang lingkupi duniaku, seperti biasa, “Kenapa lo masih di sini, sih?”
“Liat foto- foto lo yang udah gue edit untuk acara, yuk. Please…”
Aku menarik napas panjang. “Baiklah… Tapi, nggak sekarang, mas. Lo nggak akan mendapatkan gue saat ini.” Berusaha pejamkan mata kembali. Namun, tangan yang memeluk bahu belakangku buatku tak bisa terlelap lagi. “Apa- apaan…” Samar, ada yang menyibakkan selimut, melingkari pinggangku, mengangkatku, dan… “Berhentilah mencoba, mas. Gue lagi sakit, tau.” Uhuk, uhuk, uhuk… Alih- alih melanjutkan tidur, sekarang betul- betul tersadar. “Timing- nya nggak tepat, deh.”
“Gue rasa lo benar…” Mas Novan tergelak, “Jangan cemas, orang percaya kok kalo lo sakit, babe.”
“Apa itu tadi lelucon?” Ah, kejengkelan kadang tak terhindarkan. Hidungku terantuk punggungnya. Bagai sekarung beras di tangan kuli panggul, “I don’t care.” Acuhku, tidak menggubrisnya. Saat melintasi ruangan lain, hanya samar menyadari kalau aku sudah tidak berada di kamarku lagi. “Terserahlah, mas mau membawa gue ke mana…”
“Gue yakin lo bisa baca pikiran gue… Pantainya… Sangat indah…”
-1-
(Amy Mini)
Monday, January 24, 2011
'ENJOY YOUR WORK , girls...'
Life is a choice.
I, 3o years old, not married, and proud of the job. Sales Promoter one of the largest publishing in Indonesia. Although oursourching status, no steady for survival, the salary is insufficient for the needs, not eliminate it passion. Proud? How come? Like 'ngeggembel' to the beautiful places there are occasions when more time and money.
When we feel comfortable with what we do, everything feels so easy. That is what happened. Since when have such thoughts? Since I try to understand that life is a choice. everything we think is a choice. enjoy it or not, like it or not, proud or not, all of them back to us. Options. That's the key to our personality. What we choose that's our decision. Want to become what and what, in the hands of our choice. The world is at hand, our choice, that's what counts.
Easy. However, not in daily practice.
Even this I have ever experienced before.
I always ask, 'Up to how much longer I'll be in this position? Are there any other good opportunities for career once I finish my undergraduate education in English? Is there no better jobs, more proud, and more make money a lot? When do I have any savings? and another, until when I like this? "
I always thought that my career is not steady. Salaries are not adequate to the necessities of life. The work is not challenging and satisfying. I do not use all my talents and abilities in my work. I am not surrounded by people who want to see me succeed. I do not have a nice life partner. I do not regularly exercise, not enough sleep, and my health is poor. Everything seemed wrong. There are not in place, but do not know what it is.
Until one day a friend said, 'your life is your choice'.
Persistent in life, basically more than just enjoy. Work is now less comfortable, I also still have to enjoy without the possibility to find ways to better interpret dreams toward a career, wanted to be an editor at one publishing it. Stay always in search of knowledge for that purpose, 'What the hell are interested people from a literary work?'. Finding out, find out, and find out. That is the meaning of the persistence of my life. There is no job or something that is not good when we know how to do it and enjoy it. Satisfied or not, depending on our feeling. Performance is good or not, we are set.
In my opinion, any good, Keep! If not, listen to our conscience, want to be like what and how to fix it. For example my previous spending out of control, I began to fix a few months ago, until finally I could buy a dream object, so far I think it is impossible to buy for me for this extravagance.
Too bad habit, such as lazy, it can be resolved by way of our fascination with what we will do. Example in my case is not my writing routine. 'Hey, he wants to be a writer, really lazy!'. Sometimes extreme actions when I woke up and was lazy, 'if you do not come to work today, you will not see your idol sweet smile, you know ...'. Well, inevitably I got up and went to work. Lazy to do something. Hmm, that's the root of the problem. The root of the delay in my dreams. That's what I always firmly implanted in my brain that sometimes obstinate not play this. You want to try it? Go right ahead. Time will continue running without seeing we do not so anything. time will not matter we are successful or not, successful or not. Time passed, and we want to walk or stay in place.
The choice is in our hands.
The concentration of work can sometimes be prevented me to get maximum results. Could from a personal problem, could be from problems in the workplace itself. I recommend, fast finish that day. If you can. Due to finish it or not, that choice. if I personally, do not want any problems at work I bring home. Problems at work, finish there. Keep in mind also that you should never underestimate our job whatever it is. Since this involves self-esteem, about how important we are in the job. Even as important as well as our solidarity with colleagues in our work. Since I am in marketing, so teamwork is important. Let alone for large projects, small projects without the help of our colleagues, we are nobodies. Creating a comfortable working environment too, not a bad thing. Even our efforts to create good atmosphere, friendly, menyenanglan, could add to the spirit of work, can make our accomplishments and colleagues increases.
But, again, important or not, willing to work together or not, makes it convenient or not, the choice is in our hands.
It is the active in the work. In a book to market, promote the costomer is important. Provide information, assistance, service and friendly treatment. Many of the benefits that I get. I am more flexible in the mix, marketing knowledge used, sometimes I can share the experience with them, and more importantly, make me better at treating other people.
Chaotic or not our work, we are set.
-End-
I, 3o years old, not married, and proud of the job. Sales Promoter one of the largest publishing in Indonesia. Although oursourching status, no steady for survival, the salary is insufficient for the needs, not eliminate it passion. Proud? How come? Like 'ngeggembel' to the beautiful places there are occasions when more time and money.
When we feel comfortable with what we do, everything feels so easy. That is what happened. Since when have such thoughts? Since I try to understand that life is a choice. everything we think is a choice. enjoy it or not, like it or not, proud or not, all of them back to us. Options. That's the key to our personality. What we choose that's our decision. Want to become what and what, in the hands of our choice. The world is at hand, our choice, that's what counts.
Easy. However, not in daily practice.
Even this I have ever experienced before.
I always ask, 'Up to how much longer I'll be in this position? Are there any other good opportunities for career once I finish my undergraduate education in English? Is there no better jobs, more proud, and more make money a lot? When do I have any savings? and another, until when I like this? "
I always thought that my career is not steady. Salaries are not adequate to the necessities of life. The work is not challenging and satisfying. I do not use all my talents and abilities in my work. I am not surrounded by people who want to see me succeed. I do not have a nice life partner. I do not regularly exercise, not enough sleep, and my health is poor. Everything seemed wrong. There are not in place, but do not know what it is.
Until one day a friend said, 'your life is your choice'.
Persistent in life, basically more than just enjoy. Work is now less comfortable, I also still have to enjoy without the possibility to find ways to better interpret dreams toward a career, wanted to be an editor at one publishing it. Stay always in search of knowledge for that purpose, 'What the hell are interested people from a literary work?'. Finding out, find out, and find out. That is the meaning of the persistence of my life. There is no job or something that is not good when we know how to do it and enjoy it. Satisfied or not, depending on our feeling. Performance is good or not, we are set.
In my opinion, any good, Keep! If not, listen to our conscience, want to be like what and how to fix it. For example my previous spending out of control, I began to fix a few months ago, until finally I could buy a dream object, so far I think it is impossible to buy for me for this extravagance.
Too bad habit, such as lazy, it can be resolved by way of our fascination with what we will do. Example in my case is not my writing routine. 'Hey, he wants to be a writer, really lazy!'. Sometimes extreme actions when I woke up and was lazy, 'if you do not come to work today, you will not see your idol sweet smile, you know ...'. Well, inevitably I got up and went to work. Lazy to do something. Hmm, that's the root of the problem. The root of the delay in my dreams. That's what I always firmly implanted in my brain that sometimes obstinate not play this. You want to try it? Go right ahead. Time will continue running without seeing we do not so anything. time will not matter we are successful or not, successful or not. Time passed, and we want to walk or stay in place.
The choice is in our hands.
The concentration of work can sometimes be prevented me to get maximum results. Could from a personal problem, could be from problems in the workplace itself. I recommend, fast finish that day. If you can. Due to finish it or not, that choice. if I personally, do not want any problems at work I bring home. Problems at work, finish there. Keep in mind also that you should never underestimate our job whatever it is. Since this involves self-esteem, about how important we are in the job. Even as important as well as our solidarity with colleagues in our work. Since I am in marketing, so teamwork is important. Let alone for large projects, small projects without the help of our colleagues, we are nobodies. Creating a comfortable working environment too, not a bad thing. Even our efforts to create good atmosphere, friendly, menyenanglan, could add to the spirit of work, can make our accomplishments and colleagues increases.
But, again, important or not, willing to work together or not, makes it convenient or not, the choice is in our hands.
It is the active in the work. In a book to market, promote the costomer is important. Provide information, assistance, service and friendly treatment. Many of the benefits that I get. I am more flexible in the mix, marketing knowledge used, sometimes I can share the experience with them, and more importantly, make me better at treating other people.
Chaotic or not our work, we are set.
-End-
Tuesday, January 18, 2011
'selfishness, BECAUSE BACK love you'
It takes courage to express these feelings
It takes courage to look at you again ...
You,
My first love,
I realize that
When say it again to you that night.
I'm not sorry, though you have can not be mine anymore.
You are bound by her.
either since when ...
however, I will fight this feeling
like my life with it
it was not easy.
But, I do not regret having had returned this affection.
your loved one again.
-Mynn_Aesha@yahoo.co.id-
It takes courage to look at you again ...
You,
My first love,
I realize that
When say it again to you that night.
I'm not sorry, though you have can not be mine anymore.
You are bound by her.
either since when ...
however, I will fight this feeling
like my life with it
it was not easy.
But, I do not regret having had returned this affection.
your loved one again.
-Mynn_Aesha@yahoo.co.id-
Subscribe to:
Comments (Atom)